Senin, 4 Desember 2017
Kita perlu menjernihkan istilah “Tradisi”. Sehari-hari kata ini diartikan “adat-istiadat; kebiasaan”. Sebenarnya, Tradisi tak sama dengan adat-istiadat. Imlekan, Suran, mudik Lebaran itu adat-istiadat. Tradisi lebih dalam daripada itu. Dalam Gereja Katolik, Tradisi berarti “ajaran iman yang diteruskan dari abad ke abad sejak zaman Para Rasul sampai hari ini”.
Tradisi adalah tentang AJARAN IMAN, bukan kebiasaan-kebiasaan. Tradisi menyangkut seluruh ajaran tentang Yesus Kristus yang diwartakan Para Rasul dan diteruskan para penggantinya. Perhatikan 1Kor. 11:23: “Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan.” Yang diteruskan oleh Rasul Paulus (baca: Para Rasul) diterima dari Tuhan. Yang diteruskan itu Tradisi, yaitu seluruh ajaran iman.
Jelas, seluruh ajaran iman tentang Yesus Kristus disebut Tradisi Suci. Ada kata “suci” sebab berasal dari Tuhan, bukan manusia. Manusia hanya MENERUSKAN. Catatlah, Tradisi Suci awalnya ada dalam bentuk lisan, semuanya. Ajaran iman disampaikan dengan perkataan, bukan tulisan. Itulah mulanya, lalu sebagian ajaran iman itu dituliskan. Tapi, tak semua dituliskan (ingat Yoh. 20:30; 21:25, 2Tes. 2:15). Bagian yang dituliskan itu disebut Alkitab. Sekali lagi agar jelas, SELURUH ajaran iman disebut Tradisi Suci. Sebagian dari ajaran iman itu dituliskan. Bagian yang tertulis disebut Alkitab.
Harus Ada Keduanya
Gereja Katolik memelihara keduanya: Tradisi Suci dan Alkitab. Keduanya harus dilestarikan sama-sama, tak boleh hanya salah satu. Tradisi Suci terjaga dari zaman ke zaman berkat Alkitab Suci. Alkitab Suci menjadi jelas maknanya karena Tradisi Suci. Membaca Alkitab tanpa Tradisi sama dengan main sepakbola tanpa wasit, kacau pasti. Melaksanakan Tradisi tanpa Alkitab sama dengan main sepakbola tanpa aturan tertulis, kacau juga. Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik pastilah memelihara keduanya sampai hari ini sebab Tradisi Suci dan Alkitab Suci adalah dua sumber iman yang asalnya satu, yaitu Tuhan.
Kenyataannya, ada juga kelompok orang yang membuang salah satu unsur itu. Mereka memiliki prinsip “sola Scriptura” yang artinya ‘hanya Alkitab’. Tradisi Suci mereka campakkan dengan seenaknya. Inti pendapat mereka adalah “semua ajaran iman harus dapat ditemukan ayatnya dalam Alkitab”. Jika ada ajaran yang tidak ada ayatnya maka ajaran itu harus dibuang alias tidak usah dipercaya. Pokoknya, mereka yakin pada ALKITAB SAJA, tiada sumber yang lain yang harus dipercaya.
Untuk menanggapi pendapat kaum sola Scriptura itu, harus dikatakan begini: “Buang saja Alkitabmu!” Mengapa? Tunggu jawabannya edisi depan.
Rev. D. Y. Istimoer Bayu Ajie
Katkiter
Santo Mikael, Malaikat Agung, belalah kami pada hari pertempuran. Jadilah pelindung kami melawan kejahatan dan jebakan si jahat. Dengan rendah hati kami mohon kiranya Allah menghardiknya, dan semoga engkau, Panglima Pasukan Surgawi, dengan kuasa Allah mencampakkan ke dalam neraka Iblis dan semua roh jahat lain yang berkeliaran di dunia hendak membinasakan jiwa-jiwa.