Jumat, 24 November 2017
Syalom aleikhem.
Ada seorang Katolik rajin beribadah. Tak pernah ia datang telat Misa. Suatu kali ia berkunjung ke sebuah kota kecil. Di sana, ia telat di Misa; pertama kalinya. Sebelumnya, ia telah berjuang keras mencari gereja Katolik di kota itu. Apesnya, gereja di situ hanya punya satu jadwal Misa. Telat model ini “boleh”. Kepepet, darurat, tak akan diulangi.
Kalau telat rutin? Maaf, tak dibolehkan. Orang telat tentu saja tak dapat mengikuti perayaan secara penuh. Padahal, mengikuti Misa dari awal hingga akhir adalah amanat Konsili Vatikan II dalam Sacrosanctum Concilium (SC) no. 56: “Konsili Suci dengan sangat mengajak… agar umat beriman menghadiri seluruh Misa, terutama pada hari Minggu dan hari raya wajib.”
Apa artinya “menghadiri seluruh Misa”? Artinya, hadir sejak Ritus Pembuka yang diawali nyanyian masuk hingga Ritus Penutup yang diakhiri nyanyian keluar. Anda yang “suka telat rutin” perlu berpikir mulai hari ini: “Apa aku mau begini terus?” Kalau jawabannya “ya”, berpikirlah lagi: “Apa gunanya begini terus?” Telat Misa itu boleh kalau “kecelakaan”, artinya tak sengaja, darurat, sesekali. Kalau (terlampau) sering? Berpikirlah dan merenung bagaimana memperbaikinya.
Rev. D. Y. Istimoer Bayu Ajie
Katkiter
Santo Mikael, Malaikat Agung, belalah kami pada hari pertempuran. Jadilah pelindung kami melawan kejahatan dan jebakan si jahat. Dengan rendah hati kami mohon kiranya Allah menghardiknya, dan semoga engkau, Panglima Pasukan Surgawi, dengan kuasa Allah mencampakkan ke dalam neraka Iblis dan semua roh jahat lain yang berkeliaran di dunia hendak membinasakan jiwa-jiwa.