Manusia punya indera. Dengan inderanya, manusia menangkap dan merekam aneka pengalaman. Ada salah satu pengalaman manusia yang dinamakan “pengalaman religius”. Pengalaman religius bermula dari kehidupan manusia sendiri. Manusia sadar bahwa dirinya makhluk yang terbatas. Kesadaran itu memunculkan pengakuan akan adanya “sesuatu” yang lebih tinggi dan besar kuasanya daripada kuasa manusia. Pengakuan itu tak selalu jelas, bisa tersirat samar.
Pada dasarnya, manusia mengakui bahwa di atas dirinya ada Yang-Tak-Terbatas. Manusia percaya ada sesuatu yang meng-atas-i dirinya. Perhatikan kata “mengatasi”. Kata dasarnya “atas”. Jadi, ada sesuatu yang di atas manusia. Atas di sini bukan dalam arti tempat, melainkan dalam arti “kuasa”.
Manusia sadar dan percaya bahwa Yang-Tak-Terbatas itu selalu kuat, sehat, hidup. Sebaliknya, manusia mengalami bahwa dirinya terbatas: bisa lemah, sakit, mati. Pengalaman manusia akan Yang-Tak-Terbatas itu dinamakan pengalaman religius. Pengalaman itu menakutkan sekaligus mempesona manusia. Manusia takut karena merasa begitu kecil di hadapan Yang-Tak-Terbatas. Dalam waktu yang sama, manusia sekaligus terpesona karena merasa bahwa Yang-Tak-Terbatas itu begitu agung dan mulia.
Pengalaman akan Allah
Manusia mengalami Yang-Tak-Terbatas, tapi manusia tak sepenuhnya memahami apakah atau siapakah “Dia”. Jadi, Yang-Tak-Terbatas ialah “misteri” yang dialami manusia. Ada banyak sebutan bagi misteri itu, bagi Yang-Tak-Terbatas. Agama-agama kesukuan punya aneka sebutan untuk Yang-Tak-Terbatas. Kebudayaan yang berbeda menyebut Yang-Tak-Terbatas dengan nama yang berbeda.
Orang-orang beragama, terutama agama-agama abrahamik (yaitu Yahudi, Kristen, Islam), menyebut Yang-Tak-Terbatas itu Allah. Sebutan Allah berpadanan dalam banyak bahasa: God, Theos, Deus, Dio, Dieux, dsb. Semua kata ini dapat diterjemahkan dengan “Allah”.
Mengikuti tradisi abrahamik, orang Katolik menyebut Yang-Tak-Terbatas itu “Allah”. Dengan demikian, pengalaman religius dapat disebut sebagai pengalaman akan Allah. Yang tadinya samar, yang tak diketahui siapakah dia, Yang-Tak-Terbatas itu, kini dialami sebagai Allah. Misteri itu tadi ternyata adalah Allah sendiri.
Rev. D. Y. Istimoer Bayu Ajie
Katkiter
Santo Mikael, Malaikat Agung, belalah kami pada hari pertempuran. Jadilah pelindung kami melawan kejahatan dan jebakan si jahat. Dengan rendah hati kami mohon kiranya Allah menghardiknya, dan semoga engkau, Panglima Pasukan Surgawi, dengan kuasa Allah mencampakkan ke dalam neraka Iblis dan semua roh jahat lain yang berkeliaran di dunia hendak membinasakan jiwa-jiwa.